Ini cerpen
bikinan gue sendiri. Cerpen ini aneh banget pokoknya.
cerpen ini
gue persembahkan untuk Kaichou-baka GYAKAKAKAK!!
enjoy (y)
:3
maaf ya apabila ada kesamaan nama, tempat, tanggal, lahir (?), cerita ini hanya untuk tugas semata.. adios~ ^^
Jaka, seorang murid SMA Harapan
Terbang sedang duduk lemas di bangku taman sekolah. Wajahnya yang suram
bertambah suram, mata sipitnya berair, hidungnya mengeluarkan ‘suara’, tubuhnya
membungkuk ditambah kepalannya yang tertunduk. Sepertinya ia sedang menangis
meratapi nasibnya yang selalu di tolak oleh wanita. Dilihat dari wajahnya,
ia memang bisa dibilang ‘kurang’ bila
dibandingkan dengan teman-temannya yang lain.
Selama beberapa menit, jaka tidak
mengubah posisinya karena sedang asik dengan galauannya, sampai seseorang menepuk bahunya.
“Woy, ka! Ngapain lo? Gue punya
kabar baru nih. Masih HOT, PANAS dan MEMBARA!!” sahut orang itudengan semangat
berapi-api. Jaka menoleh ke belakang dan melihat sosok yang dikenalnya, yaitu
sahabatnya yang bernama Iwan. Penampilannya heboh. Ia memakai jaket warna
kuning yang mencolok, kacamata hitam yang disematkan di atas kepalanya, sepatu
kats warna merah terang, dicelana tepasang tali rantai, dan jam tangan kebesaran
berwarna biru muda. Jaka menghela nafas dan langsung menundukkan kepalanya
lagitanpa menjawab pertanyaan dari Iwan.
“Ka, lo kenapa? Muka lo gitu banget.
Jelek lo ah!” Iwan bigung melihat ekspresi dan tingkah laku sahabatnya ini.
Jaka mengangkat kepalanya dan
menatap Iwan tajam. Mukanya merah karena kesal “udah tau gue jelek, masih aja
dikatain! Pergi aja lo! Ganggu banget sih! Syuuuh...” Jaka mengusir Iwan
seperti sedang mengusir kucing tetangga yang entah mengapa selalu buang air di
motor scoopy ungu kesayangannya.
Iwan tersentak ketika melihat Jaka
menusirnya, karena jarang seklai ia melihat Jaka seperti itu. Iwan memegang
dadanya dan memasang raut muka sedih “Jaka, kamu ngusir aku? Aku gak nyangkakalo
kamu kaya gini! Kamu jahat! Sakit hati aku!” ucap Iwan yang sekarang sedang
Sinetron Mode ON. Ia memang penggemar sinetron, khususnya sinetron di Indosiar
yang selalu memunculkan binatang-binatang nista yang tidak jelas darimana
datangnya.
“Aaaarrggh!! Pergi sana! Gue masih
normal!” teriak Jaka histeris . jaka semakin
stres.
Iwan kabur duluan sebelum Jaka
semakin marah. Karena jika Jaka sedang marah ia akan melempar tempat sampah ke
arah sembarangan entah itu mengenai seseorang atau tidak. Pikirannya hilang
jika sudah marah.
Setelah 15 menit berdiam diri di
taman, Jaka berniat pergi ke kelasnya. Di perjalanan menuju kelas tercintanya, kelas
X-3, ia tetap saja masih merasa sedih. Ia berjalan dengan kepala tertunduk,
tidak mengiraukan teman-temannya yang sedari tadi menyapanya dan terus saja
berjalan. Sesampainya di kelas, Jaka menaruh tasnya di atas meja dan menjadikan
tas itu sebagai bantal. Lalu ia meletakkan kepalanya di atas tas dan memejamkan
matanya. Jaka pun tertidur.
TENG
NONG TENG NONG TENG NONG.....
Bel masuk berbunyi dan Jaka tetap
melanjutkan aktivitasnya itu. Iwan yang juga merupakkan teman sebangkunya hanya
bisa menggelengkan kepalanya.
“Dasar kebo sipit!” ledek Iwan, dan
Iwan membiarkan Jaka tertidur sampai ada guru yang masuk.
Tak lama kemudian, seorang guru
wanita paruh baya yang bernama Ibu Surtini atau yang biasa disebut ‘Bu Sur’
datang bersama seorang gadis berseragam sekolah yang berdiri di sebelahnya.
Wajahnya cantik dan menawan, kulitnya putih, tubuhnya ideal, giginya berkawat,
dan senyumnya manis. Iwan yang melihat gadis itulangsung membangunkan Jaka. Ia
mnggoyangkan badan Jaka dengan cukup kencang. Jaka yang merasa tidurnya
terganggu akhirnya membuka matanya.
“Apasih sih?” jaka mendengus kesal
“Liat tuh! Anak baru.” Seru Iwan
sambil mengarahkan pandangannya ke arah sang anak baru.
Jaka melihat anak baru yang masih
berdiri di depan kelas, ia terpesona akan kecantikannya. Mulutnya terbuka
selebar lima jari, “Cantiknya!”
“Sebenernya tadigue mau ceritain ke
lo tentang cewek ini, eh lo malah ngusir gue!” kata Iwan
Jaka tidak mendengarkan perkataan
Iwan dan terus memandangi gadis itu. Menurutnya, gadis itu sangatlah manis, ia
langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
“Yahh... gue dicuekin!” keluh Iwan
“Anak-anak, hari ini kita kedatangan
teman baru dari Jakarta,” seru Bu Sur kepada murid-murid “sekarang perkenalkan
diri kamu, ya.” Lanjut Bu Sur kepada gadis itu.
“Perkenalkan nama saya Winda Dwi
Aprillia Isna Dewi Wardhani Putri. Saya dari SMA Terbit Timur Tenggelam Barat,
Jakarta. Sekarang saya tinggaldi Komplek Bulan blok K no. 21, Serang. Mohon
bantuannya, terima kasih” ucap Winda sambil tersenyum, membuat Jaka dan murid
laki-laki terpesona padanya.
“Yah, sekarang kamu duduk di situ ya
dengan Rani” Ucap Bu Sur sambil menunjuk kursi di dekat jendela.
“Baik bu, terima kasih” Winda
berjalan kearah tempat duduknya.
“Sekarang buka buku kalian, kita
akan belajar bab ‘Animalia’” lanjut Bu Sur yang ternyata guru Biologi.
.:::::::::::::::oOo:::::::::::::::.
Waktu pulang sudah tiba, para murid
segera bersiap. Jaka berniat untuk mengajak Winda pulang bersama. Sebelumnya ia
amemberanikan diri dahulu, ia masih merasa trauma karena selalu ditolak.
Mulutnya berkomat-kamit tak jelas.
“Bro, doain gue ya!” sahut Jaka
kepada Iwan
“Sip!” jawab Iwan
Jaka berjalan menghampiri Winda yang
sekarang sudah berdiri di depan pintu. Jaka menepuk pundaknya.
“Winda, pulang bareng yuk! Kebetulan
rumah kita searah” ajak Jaka
“Hmm.. gimana ya?” Winda berpikir
sejenak, “Baiklah! Ayo!”Winda menarik tangan Jaka. Wajah Jaka memunculkan
semburat merah di pipinya. Ia merasa hatinya ingin meledak ketika tangan halus
nan putih milik Winda menyentuh dan menggenggamnya dengan lembut. Jaka yang
berada di belakang Winda tersenyum-senyum tidak jelas.
Mereka pulang dengan berjalan kaki
karena rumah mereka dekat dari sekolah. Di dalam perjalanan, mereka saling
berdiam diri dan tak satupun dari mereka mengeleluarkan suara. Jaka merasa
canggung untuk berbicara, tapi akhirnya ia memberanikan dirinya dan membuka
mulutnya.
“Ekhemm.. Win, apa kabar?” Jaka
tidak tahu ingin memulainya darimana.
“Eh?” Winda bingung dengan
pertanyaan Jaka tadi.
“Eh, salah ya? Hahaha” Jaka salah
tingkah dan tertawa garing.
“Apasih lo gak jelas banget!” ucap Winda. Jaka tersentak kaget.
“Hehe... Maaf. Oh iya kalau boleh
tau, lo kenapa pindah kesini?” tanya Jaka
“Ayah gue dinas disini. Jadi gue
sekeluarga pindah deh kesini,” jawab Winda.
“Oh gitu ya,” kata Jaka singkat.
“Ya,” balas Winda yang singkat juga.
Suasana hening kembali. Tanpa terasa
mereka sudah ada di depan rumah Winda.
“Ka, makasih ya,” ucap Winda
“Iya sama-sama,” Jaka tersenyum
“Oh iya, gue masuk dulu ya”
“Eh, win! Gue mau ngomong,”
“Apaan?”
“Aku tresno karo koe!”
Winda terdiam. Bukan karena ia tak
mengerti, tapi ia benar-benar bingung harus bilang
apa. “Ka, gue...” setelah beberapa lama diam tanpa
suara, akhirnya Winda membuka mulutnya.
“Ya?” tanya Jaka tidak sabaran .
“Gue...”
“Ya?” masih menahan kesabarannya.
“Gue...”
“YA?!” sekarang Jaka mulai kesal.
“Maaf ya, gue
udah punya pacar. Yahh.. kalo dibandingin
sama lo, pacar gue itu perfect. Ganteng, pinter, macho, terus kece!” ucap
Winda. Jaka terlihat syok dan merasa ingin pingsan sekarang. Nasibnya terulang,
ditolak lagi.
“O-oh.. gitu ya. Yaudah deh, gue
pulang dulu ya” jawab Jaka lemas.
“Iya, hati-hati ya!” sahutnya dengan
wajah tanpa dosa dan masuk ke dalam rumahnya.
Jaka mengangguk dan langsung pergi
dari rumah Winda. Kakinya terasa lemas, ia tak sanggup lagi berjalan. Ia
berhenti di sebuah taman komplek dan duduk di salah satu bangku taman. Ia
menutupi wajahnya dengan tangannya. Menangis dalam hati, hatinya terasa sakit.
Ia merasa di beri harapan palsu oleh Winda. Ia masih merasakan genggaman tangan
Winda pada saat Winda menarik tangannya tadi. Ia semakin merasa sakit.
Jaka membuka ponsel, dan menekan tombol-tombol
di ponselnya dan menghubungi seseorang. “Lo dateng sekarang ke taman komplek
Bulan. Cepet, gak pake lama!”
Beberapa menit kemudian, seseorang
datang ke arah Jaka duduk. Ternyata yang datang adalah Iwan. Iwan semakin dekat
dengan tempat yang sekarang Jaka tempati. Jaka yang tadinya menunduk, sekarang
menoleh ke arah Iwan. Jaka beranjak dari tempat duduknya dan langsung memeluk
Iwan yang menatapnya dengan heran.
“Ka, lo kenapa nangis?” tanya Iwan
“Huhuhuhu.....”Jaka menangis
“Cup… cup…” Iwan mengelus punggung
Jaka untuk menenangkannya.
“Huhu… hiks hiks” Jaka berhenti
menangis dan mengusap air matanya.
“Sekarang lo cerita ke gue,” pinta
Iwan
“Gue ditolak wan! Hueee..” Jaka
menangis lagi. Sekarang tangisannya lebih kencang daripada tangisan seorang
bayi.
“HAH!! LAGI?! Astaghfirullah..” ucap
Iwan kaget. Jaka hanya bisa mengagguk. “Apa katanya?”
“Dia bilang, dia udah punya cowok.
Katanya sih ganteng, pinter, macho, terus kece. Gue tertandingi wan! Hueee..”
“Sabar, ka! Udah mending kita
pulang. Gue udah gak sabar nonton sinetron kesukaan gue nih!” ajak Iwan. Jaka sekali
lagi mengangguk.
Mereka berjalan dengan Jaka di
belakang Iwan. Wajahnya masih menampakkan kesedihan yang mendalam. Kepalanya
tertunduk kakinya bertambah lemas, dan di matanya masih terdapat bulir-bulir
air mata. Ternyata ia masih memikirkan kejadian tadi. Karena sedang sibuk
memikirkan kejadian beberapa menit yang lalu, ia tak sadar bahwa sekarang ada
sebuah truk yang melaju sangat kencang. Iwan yang sekarang sudah berada di
seberang jalan, menengok ke belakang dan kaget melihat Jaka yang melamun sambil
menyebrangi jalan sedangkan ada sebuah truk yang sedang melaju kencang dan
membunyikan klakson mobilnya beberapa kali untuk memperingatkan.
“Jaka, Awas!!” teriak Iwan sekeras
mungkin.
Jaka membuyarkan lamunannya, dan
melihat kearah kanan.
BRAKK
Jaka tertabrak dan mengeluarkan
banyak darah. Truk yang tadi menabrak Jaka menabrak trotoar jalan. Supir truk
itu pingsan dan mengeluarkan sedikit darah dari kepalanya. Iwan langsung
menghampiri Jaka yang terbaring tak berdaya di atas aspal itu tanpa memedulikan
supir truk yang pingsan itu.
“Jaka! Bangun Jaka!” panggil Iwan,
tetapi Jaka tidak membalasnya. Iwan memeriksa denyut nadi di tangan dan leher
Jaka. Tapi hasilnya nihil.
“Waduh, gak ada denyutnya. Itu
berarti…” Iwan berpikir sejenak. 1 menit kemudian, matanya melebar. Ia menelan
ludahnya “Jaka! Lo mati? Aduuhh kenapa lo mati secepat ini? Gue belum minta
maaf sama lo, gue belum bayar utang gue ke lo! Gue juga belum balikin kaos kaki
lo yang ketinggalan! Jaka, jangan tingalin aku sendiri di sini! Aku gak bisa
hidup tanpa kamu, Ka! Huhuhuhu” isak Iwan dengan gaya sinetronnya. “JAKAAA!!!!”
Sudah terlambat bagi Iwan untuk
membawa Jaka ke rumah sakit. Nyawa sahabatnya itu sudah tidak dapat ditolong lagi. Selama ini,
Jaka selalu menderita dan selalu mendapat nasib yang kurang baik. Mungkin
karena Sang Pencipta ingin mengetes kesabaran seorang Jaka. Tapi siapa sangka
bahwa ia juga mendapatkan kematiannya secara tragis.
Keesokkan harinya, Jaka dimakamkan
di pemakaman umum Jeruk Bali. Isak tangis dari pihak keluarga dan kerabat
mendominasi suasana. Iwan menangisi kepergian sahabatnya yang sudah menemaninya
selama 4 tahun. Semua yang ada di pemakaman berdoa untuk Jaka agar ia diterima
di sisi-Nya. Semua penderitaannya telah di jalani dengan kesabaran. Dan
sekarang, ia telah tenang di atas sana.
-SELESAI-
No comments:
Post a Comment