Monday, May 6, 2013

CERPEN - NASIB YANG TAK MEMIHAK

Ini cerpen bikinan gue sendiri. Cerpen ini aneh banget pokoknya. 
cerpen ini gue persembahkan untuk Kaichou-baka GYAKAKAKAK!! 
enjoy (y) :3 
maaf ya apabila ada kesamaan nama, tempat, tanggal, lahir (?), cerita ini hanya untuk tugas semata.. adios~ ^^

            Jaka, seorang murid SMA Harapan Terbang sedang duduk lemas di bangku taman sekolah. Wajahnya yang suram bertambah suram, mata sipitnya berair, hidungnya mengeluarkan ‘suara’, tubuhnya membungkuk ditambah kepalannya yang tertunduk. Sepertinya ia sedang menangis meratapi nasibnya yang selalu di tolak oleh wanita. Dilihat dari wajahnya, ia  memang bisa dibilang ‘kurang’ bila dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. 

            Selama beberapa menit, jaka tidak mengubah posisinya karena sedang asik dengan galauannya, sampai seseorang menepuk bahunya.

            “Woy, ka! Ngapain lo? Gue punya kabar baru nih. Masih HOT, PANAS dan MEMBARA!!” sahut orang itudengan semangat berapi-api. Jaka menoleh ke belakang dan melihat sosok yang dikenalnya, yaitu sahabatnya yang bernama Iwan. Penampilannya heboh. Ia memakai jaket warna kuning yang mencolok, kacamata hitam yang disematkan di atas kepalanya, sepatu kats warna merah terang, dicelana tepasang tali rantai, dan jam tangan kebesaran berwarna biru muda. Jaka menghela nafas dan langsung menundukkan kepalanya lagitanpa menjawab pertanyaan dari Iwan.

            “Ka, lo kenapa? Muka lo gitu banget. Jelek lo ah!” Iwan bigung melihat ekspresi dan tingkah laku sahabatnya ini.

            Jaka mengangkat kepalanya dan menatap Iwan tajam. Mukanya merah karena kesal “udah tau gue jelek, masih aja dikatain! Pergi aja lo! Ganggu banget sih! Syuuuh...” Jaka mengusir Iwan seperti sedang mengusir kucing tetangga yang entah mengapa selalu buang air di motor scoopy ungu kesayangannya.

            Iwan tersentak ketika melihat Jaka menusirnya, karena jarang seklai ia melihat Jaka seperti itu. Iwan memegang dadanya dan memasang raut muka sedih “Jaka, kamu ngusir aku? Aku gak nyangkakalo kamu kaya gini! Kamu jahat! Sakit hati aku!” ucap Iwan yang sekarang sedang Sinetron Mode ON. Ia memang penggemar sinetron, khususnya sinetron di Indosiar yang selalu memunculkan binatang-binatang nista yang tidak jelas darimana datangnya. 

            “Aaaarrggh!! Pergi sana! Gue masih normal!” teriak Jaka histeris . jaka semakin  stres.
            Iwan kabur duluan sebelum Jaka semakin marah. Karena jika Jaka sedang marah ia akan melempar tempat sampah ke arah sembarangan entah itu mengenai seseorang atau tidak. Pikirannya hilang jika sudah marah. 



            Setelah 15 menit berdiam diri di taman, Jaka berniat pergi ke kelasnya. Di perjalanan menuju kelas tercintanya, kelas X-3, ia tetap saja masih merasa sedih. Ia berjalan dengan kepala tertunduk, tidak mengiraukan teman-temannya yang sedari tadi menyapanya dan terus saja berjalan. Sesampainya di kelas, Jaka menaruh tasnya di atas meja dan menjadikan tas itu sebagai bantal. Lalu ia meletakkan kepalanya di atas tas dan memejamkan matanya. Jaka pun tertidur.

TENG NONG TENG NONG TENG NONG.....

            Bel masuk berbunyi dan Jaka tetap melanjutkan aktivitasnya itu. Iwan yang juga merupakkan teman sebangkunya hanya bisa menggelengkan kepalanya. 

            “Dasar kebo sipit!” ledek Iwan, dan Iwan membiarkan Jaka tertidur sampai ada guru yang masuk.

         Tak lama kemudian, seorang guru wanita paruh baya yang bernama Ibu Surtini atau yang biasa disebut ‘Bu Sur’ datang bersama seorang gadis berseragam sekolah yang berdiri di sebelahnya. Wajahnya cantik dan menawan, kulitnya putih, tubuhnya ideal, giginya berkawat, dan senyumnya manis. Iwan yang melihat gadis itulangsung membangunkan Jaka. Ia mnggoyangkan badan Jaka dengan cukup kencang. Jaka yang merasa tidurnya terganggu akhirnya membuka matanya.

            “Apasih sih?” jaka mendengus kesal

            “Liat tuh! Anak baru.” Seru Iwan sambil mengarahkan pandangannya ke arah sang anak baru.

            Jaka melihat anak baru yang masih berdiri di depan kelas, ia terpesona akan kecantikannya. Mulutnya terbuka selebar lima jari, “Cantiknya!”

            “Sebenernya tadigue mau ceritain ke lo tentang cewek ini, eh lo malah ngusir gue!” kata Iwan

            Jaka tidak mendengarkan perkataan Iwan dan terus memandangi gadis itu. Menurutnya, gadis itu sangatlah manis, ia langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.

            “Yahh... gue dicuekin!” keluh Iwan 

            “Anak-anak, hari ini kita kedatangan teman baru dari Jakarta,” seru Bu Sur kepada murid-murid “sekarang perkenalkan diri kamu, ya.” Lanjut Bu Sur kepada gadis itu.

            “Perkenalkan nama saya Winda Dwi Aprillia Isna Dewi Wardhani Putri. Saya dari SMA Terbit Timur Tenggelam Barat, Jakarta. Sekarang saya tinggaldi Komplek Bulan blok K no. 21, Serang. Mohon bantuannya, terima kasih” ucap Winda sambil tersenyum, membuat Jaka dan murid laki-laki terpesona padanya.

            “Yah, sekarang kamu duduk di situ ya dengan Rani” Ucap Bu Sur sambil menunjuk kursi di dekat jendela.

            “Baik bu, terima kasih” Winda berjalan kearah tempat duduknya. 

            “Sekarang buka buku kalian, kita akan belajar bab ‘Animalia’” lanjut Bu Sur yang ternyata guru Biologi.

.:::::::::::::::oOo:::::::::::::::.

            Waktu pulang sudah tiba, para murid segera bersiap. Jaka berniat untuk mengajak Winda pulang bersama. Sebelumnya ia amemberanikan diri dahulu, ia masih merasa trauma karena selalu ditolak. Mulutnya berkomat-kamit tak jelas.

            “Bro, doain gue ya!” sahut Jaka kepada Iwan 

            “Sip!” jawab Iwan

            Jaka berjalan menghampiri Winda yang sekarang sudah berdiri di depan pintu. Jaka menepuk pundaknya.

            “Winda, pulang bareng yuk! Kebetulan rumah kita searah” ajak Jaka

            “Hmm.. gimana ya?” Winda berpikir sejenak, “Baiklah! Ayo!”Winda menarik tangan Jaka. Wajah Jaka memunculkan semburat merah di pipinya. Ia merasa hatinya ingin meledak ketika tangan halus nan putih milik Winda menyentuh dan menggenggamnya dengan lembut. Jaka yang berada di belakang Winda tersenyum-senyum tidak jelas. 

            Mereka pulang dengan berjalan kaki karena rumah mereka dekat dari sekolah. Di dalam perjalanan, mereka saling berdiam diri dan tak satupun dari mereka mengeleluarkan suara. Jaka merasa canggung untuk berbicara, tapi akhirnya ia memberanikan dirinya dan membuka mulutnya.

            “Ekhemm.. Win, apa kabar?” Jaka tidak tahu ingin memulainya darimana.

            “Eh?” Winda bingung dengan pertanyaan Jaka tadi.

            “Eh, salah ya? Hahaha” Jaka salah tingkah dan tertawa garing.

            “Apasih lo gak jelas banget!” ucap Winda. Jaka tersentak kaget.

            “Hehe... Maaf. Oh iya kalau boleh tau, lo kenapa pindah kesini?” tanya Jaka

            “Ayah gue dinas disini. Jadi gue sekeluarga pindah deh kesini,” jawab Winda. 

            “Oh gitu ya,” kata Jaka singkat.

            “Ya,” balas Winda yang singkat juga.

            Suasana hening kembali. Tanpa terasa mereka sudah ada di depan rumah Winda. 

            “Ka, makasih ya,” ucap Winda
            “Iya sama-sama,” Jaka tersenyum

            “Oh iya, gue masuk dulu ya”

            “Eh, win! Gue mau ngomong,”

            “Apaan?”

            “Aku tresno karo koe!”

            Winda terdiam. Bukan karena ia tak mengerti, tapi ia benar-benar bingung harus bilang apa. “Ka, gue...” setelah beberapa lama diam tanpa suara, akhirnya Winda membuka mulutnya.

            “Ya?” tanya Jaka tidak sabaran .

            “Gue...”

            “Ya?” masih menahan kesabarannya.

            “Gue...”

            “YA?!” sekarang Jaka mulai kesal.

            Maaf ya, gue udah punya pacar. Yahh.. kalo dibandingin sama lo, pacar gue itu perfect. Ganteng, pinter, macho, terus kece!” ucap Winda. Jaka terlihat syok dan merasa ingin pingsan sekarang. Nasibnya terulang, ditolak lagi. 

            “O-oh.. gitu ya. Yaudah deh, gue pulang dulu ya” jawab Jaka lemas.

            “Iya, hati-hati ya!” sahutnya dengan wajah tanpa dosa dan masuk ke dalam rumahnya.  

            Jaka mengangguk dan langsung pergi dari rumah Winda. Kakinya terasa lemas, ia tak sanggup lagi berjalan. Ia berhenti di sebuah taman komplek dan duduk di salah satu bangku taman. Ia menutupi wajahnya dengan tangannya. Menangis dalam hati, hatinya terasa sakit. Ia merasa di beri harapan palsu oleh Winda. Ia masih merasakan genggaman tangan Winda pada saat Winda menarik tangannya tadi. Ia semakin merasa sakit. 

            Jaka membuka ponsel, dan menekan tombol-tombol di ponselnya dan menghubungi seseorang. “Lo dateng sekarang ke taman komplek Bulan. Cepet, gak pake lama!”

            Beberapa menit kemudian, seseorang datang ke arah Jaka duduk. Ternyata yang datang adalah Iwan. Iwan semakin dekat dengan tempat yang sekarang Jaka tempati. Jaka yang tadinya menunduk, sekarang menoleh ke arah Iwan. Jaka beranjak dari tempat duduknya dan langsung memeluk Iwan yang menatapnya dengan heran.
 
            “Ka, lo kenapa nangis?” tanya Iwan

            “Huhuhuhu.....”Jaka menangis 

            “Cup… cup…” Iwan mengelus punggung Jaka untuk menenangkannya.

            “Huhu… hiks hiks” Jaka berhenti menangis dan mengusap air matanya.

            “Sekarang lo cerita ke gue,” pinta Iwan

            “Gue ditolak wan! Hueee..” Jaka menangis lagi. Sekarang tangisannya lebih kencang daripada tangisan seorang bayi.

            “HAH!! LAGI?! Astaghfirullah..” ucap Iwan kaget. Jaka hanya bisa mengagguk. “Apa katanya?”

            “Dia bilang, dia udah punya cowok. Katanya sih ganteng, pinter, macho, terus kece. Gue tertandingi wan! Hueee..”

            “Sabar, ka! Udah mending kita pulang. Gue udah gak sabar nonton sinetron kesukaan gue nih!” ajak Iwan. Jaka sekali lagi mengangguk. 

            Mereka berjalan dengan Jaka di belakang Iwan. Wajahnya masih menampakkan kesedihan yang mendalam. Kepalanya tertunduk kakinya bertambah lemas, dan di matanya masih terdapat bulir-bulir air mata. Ternyata ia masih memikirkan kejadian tadi. Karena sedang sibuk memikirkan kejadian beberapa menit yang lalu, ia tak sadar bahwa sekarang ada sebuah truk yang melaju sangat kencang. Iwan yang sekarang sudah berada di seberang jalan, menengok ke belakang dan kaget melihat Jaka yang melamun sambil menyebrangi jalan sedangkan ada sebuah truk yang sedang melaju kencang dan membunyikan klakson mobilnya beberapa kali untuk memperingatkan.

            “Jaka, Awas!!” teriak Iwan sekeras mungkin.

            Jaka membuyarkan lamunannya, dan melihat kearah kanan.

            BRAKK

            Jaka tertabrak dan mengeluarkan banyak darah. Truk yang tadi menabrak Jaka menabrak trotoar jalan. Supir truk itu pingsan dan mengeluarkan sedikit darah dari kepalanya. Iwan langsung menghampiri Jaka yang terbaring tak berdaya di atas aspal itu tanpa memedulikan supir truk yang pingsan itu.

            “Jaka! Bangun Jaka!” panggil Iwan, tetapi Jaka tidak membalasnya. Iwan memeriksa denyut nadi di tangan dan leher Jaka. Tapi hasilnya nihil.

            “Waduh, gak ada denyutnya. Itu berarti…” Iwan berpikir sejenak. 1 menit kemudian, matanya melebar. Ia menelan ludahnya “Jaka! Lo mati? Aduuhh kenapa lo mati secepat ini? Gue belum minta maaf sama lo, gue belum bayar utang gue ke lo! Gue juga belum balikin kaos kaki lo yang ketinggalan! Jaka, jangan tingalin aku sendiri di sini! Aku gak bisa hidup tanpa kamu, Ka! Huhuhuhu” isak Iwan dengan gaya sinetronnya. “JAKAAA!!!!”

            Sudah terlambat bagi Iwan untuk membawa Jaka ke rumah sakit. Nyawa sahabatnya itu  sudah tidak dapat ditolong lagi. Selama ini, Jaka selalu menderita dan selalu mendapat nasib yang kurang baik. Mungkin karena Sang Pencipta ingin mengetes kesabaran seorang Jaka. Tapi siapa sangka bahwa ia juga mendapatkan kematiannya secara tragis. 

            Keesokkan harinya, Jaka dimakamkan di pemakaman umum Jeruk Bali. Isak tangis dari pihak keluarga dan kerabat mendominasi suasana. Iwan menangisi kepergian sahabatnya yang sudah menemaninya selama 4 tahun. Semua yang ada di pemakaman berdoa untuk Jaka agar ia diterima di sisi-Nya. Semua penderitaannya telah di jalani dengan kesabaran. Dan sekarang, ia telah tenang di atas sana.

-SELESAI-
 

No comments:

Post a Comment